Selasa, 13 Maret 2012

Ka'bah

Foto Dan Sejarah Ka’bah

Ka\'bah
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula di bangun untuk tempat beribadat manusia ialah Baitullah yang di Makkah yang di-berkahi” al- Imran, ayat 96.

Ka’bah adalah bangunan suci Muslimin yang terletak di kota Mekkah di dalam Masjidil Haram. ia merupakan bangunan yang dijadikan patokan arah kiblat atau arah sholat bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain itu, merupakan bangunan yang wajib dikunjungi atau diziarahi pada saat musim haji dan umrah.
  

Ka’bah berbentuk bangunan kubus yang berukuran 12 x 10 x 15 meter (Lihat foto berangka Ka’bah). Ka’bah disebut juga dengan nama Baitallah atau Baitul Atiq (rumah tua) yang dibangun dan dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah. Kalau kita membaca Al-Qur’an surah Ibrahim ayat 37 yang berbunyi “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”, kalau kita membaca ayat di atas, kita bisa mengetahui bawah Ka’bah telah ada sewaktu Nabi Ibrahim as menempatkan istrinya Hajar dan bayi Ismail di lokasi tersebut. Jadi Ka’bah telah ada sebelum Nabi Ibrahim menginjakan kakinya di Makkah.

foto kabah dari dalam  kelambu kabah  
 Ka’bah dari Dalam  & Kelambu Ka’bah                                 

Pada masa Nabi saw berusia 30 tahun, pada saat itu beliau belum diangkat menjadi rasul, bangunan ini direnovasi kembali akibat bajir yang melanda kota Mekkah pada saat itu. Sempat terjadi perselisihan antar kepala suku atau kabilah ketika hendak meletakkan kembali Hajar Aswad namun berkat hikmah Rasulallah perselisihan itu berhasil diselesaikan tanpa kekerasan, tanpa pertumpahan darah dan tanpa ada pihak yang dirugikan.

banjir di kabah th 1941   banjir di kabah th 1941
 Banjir di Ka’bah tahun 1941 & Banjir di Ka’bah tahun 1941

Pada zaman Jahiliyyah sebelum diangkatnya Rasulallah saw menjadi Nabi sampai kepindahannya ke kota Madinah, ka’bah penuh dikelilingi dengan patung patung yang merupakan Tuhan bangsa Arab padahal Nabi Ibrahim as yang merupakan nenek moyang bangsa Arab mengajarkan tidak boleh mempersekutukan Allah, tidak boleh menyembah Tuhan selain Allah yang Tunggal, tidak ada yang menyerupaiNya dan tidak beranak dan diperanakkan. Setelah pembebasan kota Makkah, Ka’bah akhirnya dibersihkan dari patung patung tanpa kekerasan dan tanpa pertumpahan darah.

Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya’ibah sebagai pemegang kunci ka’bah (lihat foto kunci ka’bah) dan administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawwiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci, Mekkah dan Madinah. 

konci kabah
Konci Ka’bah berada di museum Istambul

Pada zaman Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as pondasi bangunan Ka’bah terdiri atas dua pintu dan letak pintunya terletak diatas tanah, tidak seperti sekarang yang pintunya terletak agak tinggi. Namun ketika Renovasi Ka’bah akibat bencana banjir pada saat Rasulallah saw berusia 30 tahun dan sebelum diangkat menjadi rasul, karena merenovasi ka’bah sebagai bangunan suci harus menggunakan harta yang halal dan bersih, sehingga pada saat itu terjadi kekurangan biaya. Maka bangunan ka’bah dibuat hanya satu pintu serta ada bagian ka’bah yang tidak dimasukkan ke dalam bangunan ka’bah yang dinamakan Hijir Ismail (lihat foto) yang diberi tanda setengah lingkaran pada salah satu sisi ka’bah. Saat itu pintunya dibuat tinggi letaknya agar hanya pemuka suku Quraisy yang bisa memasukinya. Karena suku Quraisy merupakan suku atau kabilah yang sangat dimuliakan oleh bangsa Arab.

Pintu Kabah   pintu kabah 
Pintu Ka’bah tahun 1941  dan Pintu Ka’bah (Sekarang)
rukun yamanibatu fondasi masjid haram
   
Rukun Yamani  dan Batu fondasi Haram 852H                             

Karena agama islam masih baru dan baru saja dikenal, maka Nabi saw mengurungkan niatnya untuk merenovasi kembali ka’bah sehinggas ditulis dalam sebuah hadits perkataan beliau: “Andaikata kaumku bukan baru saja meninggalkan kekafiran, akan Aku turunkan pintu ka’bah dan dibuat dua pintunya serta dimasukkan Hijir Ismail kedalam Ka’bah”, sebagaimana pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim”. Jadi kalau begitu Hijir Ismail termasuk bagian dari Ka’bah. Makanya dalam bertoaf kita diharuskan mengelilingi Ka’bah dan Hijir Ismail. Hijir Ismail adalah tempat dimana Nabi Ismail as lahir dan diletakan di pangkuan ibunya Hajar.

Ketika masa Abdurahman bin Zubair memerintah daerah Hijaz, bangunan Ka’bah dibuat sebagaimana perkataan Nabi saw atas pondasi Nabi Ibrahim. Namun karena terjadi peperangan dengan Abdul Malik bin Marwan, penguasa daerah Syam, terjadi kebakaran pada Ka’bah akibat tembakan pelontar (Manjaniq) yang dimiliki pasukan Syam. Sehingga Abdul Malik bin Marwan yang kemudian menjadi khalifah, melakukan renovasi kembali Ka’bah berdasarkan bangunan hasil renovasi Rasulallah saw pada usia 30 tahun bukan berdasarkan pondasi yang dibangun Nabi Ibrahim as. Dalam sejarahnya Ka’bah beberapa kali mengalami kerusakan sebagai akibat dari peperangan dan umur bangunan.

Ketika masa pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid pada masa kekhalifahan Abbasiyyah, khalifah berencana untuk merenovasi kembali ka’bah sesuai dengan pondasi Nabi Ibrahim dan yang diinginkan Nabi saw. namun segera dicegah oleh salah seorang ulama terkemuka yakni Imam Malik karena dikhawatirkan nanti bangunan suci itu dijadikan masalah khilafiyah oleh penguasa sesudah beliau dan bisa mengakibatkan bongkar pasang Ka’bah. Maka sampai sekarang ini bangunan Ka’bah tetap sesuai dengan renovasi khalifah Abdul Malik bin Marwan sampai sekarang

Hajar Aswad
Hajar Aswad merupakan batu yang dalam agama Islam dipercaya berasal dari surga. Yang pertama kali meletakkan Hajar Aswad adalah Nabi Ibrahim as. Dahulu kala batu ini memiliki sinar yang terang dan dapat menerangi seluruh jazirah Arab. Namun semakin lama sinarnya semangkin meredup dan hingga akhirnya sekarang berwarna hitam. Batu ini memiliki aroma wangi yang unik dan ini merupakan wangi alami yang dimilikinya semenjak awal keberadaannya. Dan pada saat ini batu Hajar Aswad tersebut ditaruh di sisi luar Ka’bah sehingga mudah bagi seseorang untuk menciumnya. Adapun mencium Hajar Aswad merupakan sunah Nabi saw. Karena beliau selalu menciumnya setiap saat bertoaf. Dan sunah ini diikuti para sahabat beliau dan Muslimin.

    hajar aswad    hajar aswad
 Hajar Aswad             Hajar Aswad berikut kerangka

Pada awal tahun gajah, Abrahan Alasyram penguasa Yaman yang berasal dari Habsyah atau Ethiopia, membangun gereja besar di Sana’a dan bertujuan untuk menghancurkan Ka’bah, memindahkan Hajar Asswad ke Sana’a agar mengikat bangsa Arab untuk melakukan Haji ke Sana’a. Abrahah kemudian mengeluarkan perintah ekspedisi penyerangan terhadap Mekkah, dipimpin olehnya dengan pasukan gajah untuk menghancurkan Ka’bah. Beberapa suku Arab menghadang pasukan Abrahah, tetapi pasukan gajah tidak dapat dikalahkan.

Begitu mereka berada di dekat Mekkah, Abrahah mengirim utusan yang mengatakan kepada penduduk kota Mekkah bahwa mereka tidak akan bertempur dengan mereka jika mereka tidak menghalangi penghancuran Ka’bah. Abdul Muthalib, kepala suku Quraisyi, mengatakan bahwa ia akan mempertahankan hak-hak miliknya, tetapi Allah akan mempertahankan rumah-Nya, Ka’bah, dan ia mundur ke luar kota dengan penduduk Mekkah lainnya. Hari berikutnya, ketika Abrahah bersiap untuk masuk ke dalam kota, terlihat burung-burung yang membawa batu-batu kecil dan melemparkannya ke pasukan Ethiopia; setiap orang yang terkena langsung terbunuh, mereka lari dengan panik dan Abrahah terbunuh dengan mengenaskan. Kejadian ini diabadikan Allah dalam surah Al-Fil

Makam Ibrahim

makam Ibrahim      makam ibrahim & hajar aswad
 Makam Ibrahim                             Makam Ibrahim            Hajar Aswad

Makam Ibrahim bukan kuburan Nabi Ibrahim sebagaimana banyak orang berpendapat. Makam Ibrahim merupakan bangunan kecil terletak di sebelah timur Ka’bah. Di dalam bangunan tersebut terdapat batu yang diturunkan oleh Allah dari surga bersama-sama dengan Hajar Aswad. Di atas batu itu Nabi Ibrahim berdiri di saat beliau membangun Ka’bah bersama sama puteranya Nabi Ismail. Dari zaman dahulu batu itu sangat terpelihara, dan sekarang ini sudah ditutup dengan kaca berbentuk kubbah kecil. Bekas kedua tapak kaki Nabi Ibrahim yang panjangnya 27 cm, lebarnya 14 cm dan dalamnya 10 cm masih nampak dan jelas dilihat orang.

Multazam

multazam
 Multazam

Multazam terletak antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah berjarak kurang lebih 2 meter. Dinamakan Multazam karena dilazimkan bagi setiap muslim untuk berdoa di tempat itu. Setiap doa dibacakan di tempat itu sangat diijabah atau dikabulkan. Maka disunahkan berdoa sambil menempelkan tangan, dada dan pipi ke Multazam sesuai dengan hadist Nabi saw yang diriwayatkan sunan Ibnu Majah dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash.

Terakhir, saya sangat berharap semoga artikel “Ka’bah” ini bisa membawa mangfaat, menyejukan hati dan menambah semangat kita dalam mengenal dan mencintai rumah Allah.

Walallahua’lam

Habib Abdurrahman bin Saggaf : Pengarang Kitab Ad-Durusul Fiqhiyyah 1 - 4

Nama lengkapnya adalah Habib Abdurrahman bin Saggaf bin Husen bin Abubakar bin Umar bin Saggaf Assagaf. Beliau dilahirkan pada tahun1309 H di Kampung Pekojan, Jakarta. Ibunya bernama Syarifah Ummu Hani binti Abdurahman Assagaf. Beliau termasuk ulama klasik yang hidup di zaman al-Habib Ali Al Habsyi Kwitang.

Habib Abdurrahman Assagaf memulai studinya semasih kanak kanak dibawah pengawasan ayahnya Habib Saggaf bin Husen Assagaf yang mahir dalam bahasa Arab selama beberapa tahun sampai ia mampu memahami kitab-kitab Arab klasik. Setelah usianya 9 tahun, ia diberangkatkan ke kota Sewun Hadramut – Yaman untuk meneruskan studinya. Guru-gurunya di Hadramut di antaranya adalah syiekh Muhammad bin Muhammad Bakstir, seorang ulama ternama di kota Sewun pada zamannya. Hb Ahmad bin Abdurhaman Assagaf (ayahnya Hb Abdul Qadir Assaegaf-Jeddah), Hb Muhammad bin Hadi Assegaf dan masih banyak lagi ulama tidak bisa disebut satu persatu secara rinci. Setelah sampai pada usia dewasa kurang lebih 22 tahun ia kembali ke Jakarta.

Setibanya di Jakarta ia ditunjuk sebagai nadhir dan guru di Madrasah Jamiat Khair – jakarta. Dalam masa waktu kurang lebih 18 tahun dia mengembangkan ajaran-ajaran Islam di madrasah trb. Pada tahun 1349 H (1930M) beliau dipilih oleh pemerintah setempat untuk memangku jabatan sebagai Qhadi di Jakarta dan penulis wakalah syar’iyyah selama kurang lebih 20 tahun.

Setelah lama memangku jabatan sebagai ghadi, pada tahun 1369 H (1950 M) ia mengundurkan diri dari jabatan tersebut karena usia yang sudah udzur.  Pada tanggal 27 Rabi’ul Awal 1390 Hijriyah bertepatan dengan 6 Juni 1970 Masehi Habib Abdurrahman Assagaf wafat dalam usia 81 tahun. Dia dimakamkan di pemakaman wakaf syeikh Naum di Tanah Abang yang makamnya berdekatan dengan makqam Habib Utsman bin Yahya. Sayangnya, kemudian pemakaman ini diambil-alih oleh pemerintah dan dibongkar. 

Disamping tugas beliau sebagi ghadi, pengajar, penulis wakalah syariyah dan segala bentuk kegiatan yang bermangfaat bagi agama, beliau pula seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 8 buku yang telah dikarangnya sampai sekarang masih dipelajari di pasantren pasantren yang beraliran Alhli Sunnah Wal jamaah di seluruh Indonesia. Kitab atau risalah yang ditulis Hb Abdurrahman bin Saggaf Assagaf diantaranya Ad-Durusul Fiqhiyyah yang terdiri dari 4 jus dan Al-Aqaid Ad-diniyyah juga terdiri dari 4 juz.

Kitab kitab Fiqih dan Aqaid ditulis oleh beliau disaat memangku jabatan sebagai nadhir dan pengajar di madrasah Jam’iyat Khair – Pekojan dan Tanah Abang. Buku buku beliau diterbitkan pertama kali oleh penerbit Bin Afif Surabaya yang kemudian diambil alih hak ciptanya oleh penerbit Bin Nabhan Surabaya dan dicetak ulang pada tanggal 1 Jumad tsani 1373H bertepatan tanggal 5 Febuari 1952. Semua kitab kitab beliau dalam bahasa Arab sampai saat ini masih beredar dan dicetak pada kertas Koran (stensil) agar bisa dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Kitab ini, “Akidah Menurut Ajaran Nabi”, merupakan syarah dari kitab Al-Aqaid Ad-Diniyyah juz ke 4 karya Habib Abdurahman bin Saggaf Assagaf. Kitab ini secara garis besar memuat pokok pokok bahasan tentang kewajiban setiap mukallaf mengenal Allah dan rasul-Nya, uraian tentang sifat dua puluh, pembagian sifat dua puluh menjadi empat bagian: sifat nafsiyyah, salbiyyah, ma’ani dan ma’nawiyah, sifat wajib bagi rasul dan lawannya, iman kepada para nabi dan rasul, malaikat, kitab kitab samawi dan hari akhir, peristiwa khariq al-‘adah dan semua bahasan tentang sam’iyyat yang wajib diimani oleh setiap muslim, semuanya ini dibahas atau disyarah dalam bahasa Indonesia secara rinci menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah yang dipelopori oleh Abu Hasan Al-Asyari dan Abu Manshur al-Maturidi dan pengikut pengikut mereka.

Sebagai penutup saya (cucu pengarang) berharap semoga buku yang berjudul “Akidah Menurut Ajaran Nabi” syarah kitab al-Aqaid ad-Diniyyah karya Habib Abdurahman bin saggaf Assagaf bisa membawa mangfaat dan keberkahan bagi kita dan insyallah dapat pula menyejukan hati dan menambah semangat kita dalam mengenal Allah dan Rasul-Nya. Amin

IBADAH 500 TAHUN Hanya Sebanding dengan Satu Kenikmatan

Bahwa sesungguhnya nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang dilimpahkan kepada hamba-Nya baik manusia, jin dan lainnya sungguh tiada terhingga banyaknya dan Allah Subhanahu Wa Ta’alajuga mencukupi semua kebutuhan hamba-hambanya, sehingga tidak mungkin manusia maupun jin mampu menghitungnya meskipun memakai alat yang tercanggih teknologinya.

IBADAH 500 TAHUN Hanya Sebanding dengan Satu Kenikmatan
Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju kami, lalu bersabda, ‘Baru saja kekasihku Malaikat Jibril keluar dariku dia memberitahu, ‘Wahai Muhammad, Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran.

Sesungguhnya Allah memiliki seorang hamba di antara sekian banyak hambaNya yang melakukan ibadah kepadaNya selama 500 tahun, ia hidup di puncak gunung yang berada di tengah laut. Lebarnya 30 hasta dan panjangnya 30 hasta juga. Sedangkan jarak lautan tersebut dari masing-masing arah mata angin sepanjang 4000 farsakh. Allah mengeluarkan mata air di puncak gunung itu hanya seukuran jari, airnya sangat segar mengalir sedikit demi sedikit, hingga menggenang di bawah kaki gunung.

Allah juga menumbuhkan pohon delima, yang setiap malam mengeluarkan satu buah delima matang untuk dimakan pada siang hari. Jika hari menjelang petang, hamba itu turun ke bawah mengambil air wudhu’ sambil memetik buah delima untuk dimakan. Kemudian mengerjakan shalat. Ia berdoa kepada Allah Ta’ala jika waktu ajal tiba agar ia diwafatkan dalam keadaan bersujud, dan mohon agar jangan sampai jasadnya rusak dimakan tanah atau lainnya sehingga ia dibangkitkan dalam keadaan bersujud juga. Demikianlah kami dapati, jika kami lewat dihadapannya ketika kami menuruni dan mendaki gunung tersebut.

Selanjutnya, ketika dia dibangkitkan pada hari kiamat ia dihadapkan di depan Allah Ta’ala, lalu Allah berfirman, ‘Masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga karena rahmatKu.’
Hamba itu membantah, ‘Ya Rabbi, aku masuk Surga karena perbuatanku.’
Allah Ta’ala berfirman, ‘Masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga karena rahmatKu.’ Hamba tersebut membantah lagi, ‘Ya Rabbi, masukkan aku ke surga karena amalku.’

Kemudian Allah Ta’ala memerintah para malaikat, ‘Cobalah kalian timbang, lebih berat mana antara kenikmatan yang Aku berikan kepadanya dengan amal perbuatannya.’
Maka ia dapati bahwa kenikmatan penglihatan yang dimilikinya lebih berat dibanding dengan ibadahnya selama 500 tahun, belum lagi kenikmatan anggota tubuh yang lain. Allah Ta’alaberfirman, ‘Sekarang masukkanlah hambaKu ini ke Neraka!’

Kemudian ia diseret ke dalam api Neraka.
Hamba itu lalu berkata, ‘Ya Rabbi, benar aku masuk Surga hanya karena rahmat-Mu, masukkanlah aku ke dalam SurgaMu.’
Allah Ta’ala berfirman, ‘Kembalikanlah ia.’
Kemudian ia dihadapkan lagi di depan Allah Ta’ala, Allah Ta’ala bertanya kepadanya, ‘Wahai hambaKu, Siapakah yang menciptakanmu ketika kamu belum menjadi apa-apa?’
Hamba tersebut menjawab, ‘Engkau, wahai Tuhanku.’
Allah bertanya lagi, ‘Yang demikian itu karena keinginanmu sendiri atau berkat rahmatKu?’
Dia menjawab, ‘Semata-mata karena rahmatMu.’
Allah bertanya, ‘Siapakah yang memberi kekuatan kepadamu sehingga kamu mampu mengerjakan ibadah selama 500 tahun?’
Dia menjawab, ‘Engkau Ya Rabbi.’

Allah bertanya, ‘Siapakah yang menempatkanmu berada di gunung dikelilingi ombak laut, kemudian mengalirkan untukmu air segar di tengah-tengah laut yang airnya asin, lalu setiap malam memberimu buah delima yang seharusnya berbuah hanya satu tahun sekali? Di samping itu semua, kamu mohon kepadaKu agar Aku mencabut nyawamu ketika kamu bersujud, dan aku telah memenuhi permintaanmu!?’
Hamba itu menjawab, ‘Engkau ya Rabbi.’

Allah Ta’ala berfirman, ‘Itu semua berkat rahmatKu. Dan hanya dengan rahmatKu pula Aku memasukkanmu ke dalam Surga. Sekarang masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga! HambaKu yang paling banyak memperoleh kenikmatan adalah kamu wahai hambaKu.’ Kemudian Allah Ta’alamemasukkanya ke dalam Surga.”

0886. NIKAH : PERNIKAHAN SEBELUM MASUK ISLAM SYAH / TIDAK ?

PERTANYAAN :
Nur Hasyim S. Anam
URGENT
Dapat telp dari seorang teman yang sekarang diundang untuk menikahkan seseorang.
Alkisah terdapatlah keluarga penganut agama animisme (suku dayak) di kalimantan. Dan sekarang keluarga itu sudah masuk islam semua. Pertanyaannya :
1. Sahkah akad nikahnya sang ayah yang terjadi saat dia masih belum Islam?
2. Kalau tidak sah siapakah yang berhak menjadi wali nikah dari putrinya yang malam ini hendak dinikahkan?

JAWABAN :
Masaji Antoro
PERKAWINAN MEREKA SETELAH MASUK ISLAM MASIH DIAKUI DAN SAH BILA MEMANG PERNIKAHAN MEREKA SAAT SEBELUM ISLAM TIDAK MELANGGAR KETENTUAN SYARIAT ISLAM SEPERTI SUAMI-ISTRI TUNGGAL MAHRAM

وَإِنْ أَسْلَمَ الرَّجُلُ وَلَوْ وَثَنِيًّا وَالْمَرْأَةُ حُرَّةٌ كِتَابِيَّةٌ أو أَسْلَمَ الزَّوْجَانِ مَعًا اسْتَقَرَّ النِّكَاحُ أَمَّا في الْأُولَى فَلِمَا مَرَّ من أَنَّ لِلْمُسْلِمِ نِكَاحَ الْكِتَابِيَّةِ وَخَرَجَ بِالْحُرَّةِ فيها الْأَمَةُ وَبِالْكِتَابِيَّةِ نَحْوُ الْوَثَنِيَّةِ وَسَيَأْتِي حُكْمُهُمَا وَأَمَّا في الثَّانِيَةِ فَلِمَا رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ أَنَّ رَجُلًا أَسْلَمَ ثُمَّ جَاءَتْ امْرَأَتُهُ مُسْلِمَةً فقال يا رَسُولَ اللَّهِ كانت أَسْلَمَتْ مَعِي فَرَدَّهَا عليه وَلِتَسَاوِيهِمَا في صِفَةِ الْإِسْلَامِ الْمُنَاسِبَةِ لِلتَّقْرِيرِ بِخِلَافِ ما لو ارْتَدَّا مَعًا كما مَرَّ

Bila suami masuk islam meskipun tadinya ia beragama Watsany (penyembah berhala) sedang istrinya wanita merdeka yang penganut agama ‘ahli kitab’, atau kedua-duanya masuk islam maka nikahnya tetap berlangsung karena :
• Dalam masalah pertama diperbolehkannya bagi lelaki muslim menikahi wanita ahli kitab (saat masih original), dikecualikan dengan syarat ‘merdeka’ adalah wanita sahaya dan dikecualikan wanita penganut agama ‘ahli kitab’ adalah wanita beragama Watsany (penyembah berhala).
• Dalam masalah kedua berdasarkan hadits riwayat at-Tirmidzi “Bahwa seorang lelaki masuk agama islam kemudian istrinya dating dengan masuk islam juga, lelaki tersebut berkata “Wahai rasulullah ia islam bersamaku” Maka baginda Nabi mengembalikan wanita tersebut padanya, dan karena keduanya telah berstatus muslim.
Asnaa al-Mathoolib III/163

فَإِنْ أَسْلَمَ الزَّوْجَانِ مَعًا ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لِلزَّوْجِ أَكْثَرُ مِنْ أَرْبَعِ زَوْجَاتٍ بِأَنْ كَانَ لَهُ أَرْبَعٌ فَمَا دُونَ ، وَأَسْلَمْنَ كُلُّهُنَّ مَعَهُ فِي حَالَةٍ وَاحِدَةٍ ، ثَبَتَ نِكَاحُهُنَّ كُلِّهِنَّ ، سَوَاءٌ كَانَ إِسْلَامُهُ وَإِسْلَامُهُنَّ قَبْلَ الدُّخُولِ أَوْ بَعْدَهُ ، وَإِنْ كَانَ لَهُ خَمْسُ زَوْجَاتٍ فَمَا زَادَ ، وَقَدْ أَسْلَمَ جَمِيعُهُنَّ بِإِسْلَامِهِ الزوج ، كَانَ لَهُ أَنْ يَخْتَارَ مِنْ جُمْلَتِهِنَّ أَرْبَعًا سَوَاءٌ نَكَحَهُنَّ جَمِيعَهُنَّ فِي الشِّرْكِ فِي عَقْدٍ وَاحِدٍ أَوْ فِي عُقُودٍ ، وَسَوَاءٌ أَمْسَكَ الْأَوَائِلَ أَوِ الْأَوَاخِرَ ، وَيَنْفَسِخُ نِكَاحُ الْبَوَاقِي بِغَيْرِ طَلَاقٍ ، وَبِمِثْلِ قَوْلِنَا قَالَ مَالِكٌ ، وَمُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ ، وَأَبُو ثَوْرٍ ، إِلَّا أَنَّ مَالِكًا قَالَ : لَا يَنْفَسِخُ نِكَاحُ الْبَوَاقِي بَعْدَ الْأَرْبَعِ إِلَّا بِطَلَاقٍ ، وَهَكَذَا لَوْ نَكَحَ فِي الشِّرْكِ أُخْتَيْنِ ثُمَّ أَسْلَمَتَا مَعًا ، أَمْسَكَ أَيَّتَهُمَا شَاءَ ، وَانْفَسَخَ نِكَاحُ الْأُخْرَى ، بِغَيْرِ طَلَاقٍ عِنْدَنَا وَبِطَلَاقٍ عِنْدَ مَالِكٍ .

Bila suami istri masuk islam bersamaan
• Bila suami tersebut tidak memiliki istri lebih dari 4 wanita dan kesemua istrinya juga ikut masuk islam secara bersamaan maka pernikahan mereka ditetapkan baik masuk islam mereka setelah atau sebelum digauli
• Bila suami tersebut memiliki istri 5 wanita dan kesemua istrinya juga ikut masuk islam secara bersamaan maka suami disuruh memilih 4 dari mereka baik saat pernikahan mereka dahulu *saat dimasa syirik) diakadi dalam satu akad nikah atau beberapa akad nikah……. dst
Al-Haawy al-Kabiir IX/652

أنكحة الكفار غير المرتدين: هل عقود زواج غير المسلمين بعضهم مع بعض صحيحة أو فاسدة؟
للفقهاء رأيان: فقال المالكية (2) : أنكحة غير المسلمين فاسدة؛ لأن للزواج في الإسلام شرائط لا يراعونها، فلا يحكم بصحة أنكحتهم.
وقال الجمهور (3) : أنكحة الكفار غير المرتدين صحيحة يقرون عليها، إذا أسلموا، أو تحاكموا إلينا إذا كانت المرأة عند الشافعية والحنابلة ممن يجوز ابتداء الزواج بها، بأن لم تكن من المحارم، فنقرهم على ما نقرهم عليه لو أسلموا، ونبطل ما لا نقر، والأصح عند الحنفية أن كل نكاح حرم لحرمة المحل كمحارم، يقع جائزاً. واتفق هؤلاء الجمهور على أنه لا يعتبر فيه صفة عقدهم وكيفيته، ولا يعتبر له شروط أنكحة المسلمين من الولي والشهود وصيغة الإيجاب والقبول، وأشباه ذلك، فيجوز في حقهم ما اعتقدوه، ويقرون عليه بعد الإسلام.
__________
(2) الشرح الصغير: 422/2.
(3) البدائع: 272/2، الدر المختار: 506/2، 530 وما بعدها، مغني المحتاج: 193/3-195، المغني: 613/6.

PERNIKAHAN ORANG-ORANG NON MUSLIM SELAIN KASUS MURTAD
Apakah pernikahan non muslim sebagian mereka dengan lainnya sah atau rusak ?
Malikiyyah : Pernikahan non muslim saat ia memasuki islam dianggap rusak karena dalam pernikahan islam terdapat ketentuan-ketentuan yang tidak dapat dijalankan oleh mereka, maka pernikahan mereka tidak dapat dihukumi sah
Mayoritas Ulama (Syafi’iyyah, Hanabilah, Hanafiyyah) : Pernikahan non muslim selain kasus murtad saat ia memasuki islam, atau telah memakai hokum kita (islam) tidak dianggap rusak bila memang keberadaan wanita yang dinikahi menrut Syafi’iyyah dan Hanabilah tergolong wanita yang boleh diikahi seperti bukan mahram… dst
Al-Fiqh al-Islaam IX/150

KONSEKUENSI ATAS MASUK ISLAMNYA SESEORANG

الآْثَارُ اللاَّحِقَةُ لِدُخُول الإِْسْلاَمِ :
8 - إِذَا أَسْلَمَ الْكَافِرُ أَصْبَحَ كَغَيْرِهِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ، لَهُ مَا لَهُمْ مِنَ الْحُقُوقِ ، وَعَلَيْهِ مَا عَلَيْهِمْ مِنَ الْوَاجِبَاتِ .
فَتَلْزَمُهُ التَّكَالِيفُ الشَّرْعِيَّةُ ، كَالْعِبَادَاتِ وَالْجِهَادِ . إِلَخْ . وَتَجْرِي عَلَيْهِ أَحْكَامُ الإِْسْلاَمِ ، كَإِبَاحَةِ تَوَلِّي الْوِلاَيَاتِ الْعَامَّةِ كَالإِْمَامَةِ ، وَالْقَضَاءِ ، وَالْوِلاَيَاتِ الْخَاصَّةِ الْوَاقِعَةِ عَلَى الْمُسْلِمِينَ . . . إِلَخْ

Bagi seseorang yang telah memasuki agama islam maka baginya diwajibkan menjalankan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam syariat islam seperti aneka kewajiban, ibadah, jihad dsb dan baginya juga memiliki hak dan berlaku ketentuan yang sama layaknya muslim lainnya seperti diperkenankannya hak menjadi wilayah ‘aammah (pimpinan umum), memiliki hak penentu, hak istimewa yang terjadi atas muslim lainnya…..

Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah IV/261

وَإِذَا أَسْلَمَ الزَّوْجَانِ الْكَافِرَانِ مَعًا ، قَبْل الدُّخُول أَوْ بَعْدَهُ ، فَهُمَا عَلَى نِكَاحِهِمَا ، وَلاَ خِلاَفَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ أَهْل الْعِلْمِ . (3) إِذَا أَسْلَمَ زَوْجُ الْكِتَابِيَّةِ قَبْل الدُّخُول أَوْ بَعْدَهُ ،
أَوْ أَسْلَمَا مَعًا ، فَالنِّكَاحُ بَاقٍ بِحَالِهِ ، سَوَاءٌ أَكَانَ زَوْجُهَا كِتَابِيًّا أَوْ غَيْرَ كِتَابِيٍّ ، لأَِنَّ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَبْتَدِئَ نِكَاحَ كِتَابِيَّةٍ ، فَاسْتِدَامَتُهُ أَوْلَى ، وَلاَ خِلاَفَ فِي هَذَا بَيْنَ الْقَائِلِينَ بِإِجَازَةِ نِكَاحِ الْكِتَابِيَّةِ .
وَأَمَّا إِنْ أَسْلَمَتِ الْكِتَابِيَّةُ قَبْلَهُ وَقَبْل الدُّخُول ،
تَعَجَّلَتِ الْفُرْقَةُ ، سَوَاءٌ أَكَانَ زَوْجُهَا كِتَابِيًّا أَوْ غَيْرَ كِتَابِيٍّ ، إِذْ لاَ يَجُوزُ لِكَافِرٍ نِكَاحُ مُسْلِمَةٍ . قَال ابْنُ الْمُنْذِرِ : أَجْمَعَ عَلَى هَذَا كُل مَنْ نَحْفَظُ عَنْهُ مِنْ أَهْل الْعِلْمِ ، وَالصَّحِيحُ أَنَّ فِي الْمَسْأَلَةِ خِلاَفَ أَبِي حَنِيفَةَ ، إِذَا كَانَ فِي دَارِ الإِْسْلاَمِ ، فَإِنَّهُ لاَ فُرْقَةَ إِلاَّ بَعْدَ أَنْ يُعْرَضَ عَلَيْهِ الإِْسْلاَمُ فَيَأْبَى .
وَإِنْ كَانَ إِسْلاَمُهُمَا بَعْدَ الدُّخُول فَالْحُكْمُ فِيهِ كَالْحُكْمِ فِيمَا لَوْ أَسْلَمَ أَحَدُ الزَّوْجَيْنِ الْوَثَنِيَّيْنِ عَلَى مَا يَأْتِي
(3) المغني 7 / 534 .
Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah IV/261
=================================
Kang As'ad
masuk kang Nur Hasyim S. Anam...

dari ibaroh yg saya fahami dibawah ini,suami istri kafir yang masuk islam, maka status pernikahanya adalah sah dan anak2 yang dilahirkan dari pernikahan tersebut adalah anak2 mereka...ini ibarohnya, dari Majmu' dan mughgil muhtaj:

باب نكاح المشرك
إذا أسلم الزوجان المشركان على صفة لو لم يكن بينهما نكاح جاز لهما عقد النكاح أقرا على النكاح، وان عقد بغير ولى ولا شهود، لانه أسلم خلق كثير فأقرهم رسول الله صلى الله عليه وسلم على أنكحتهم، ولم يسألهم عن شروطه وان أسلما والمرأة ممن لا تحل له كالام والاخت لم يقرا على النكاح، لانه لا يجوز أن يبتدئ نكاحها فلا يجوز الاقرار على نكاحها
مجموع شرح المهذاب ج 16 ص 295

وجملة ما اوردنا في هذا البحث ان اهل الشرك انكحتهم صحيحه وطلاقهم واقع وينبنى على هذا انه إذا نكح مشرك مشركة وطلقها ثلاثا لم تحل له الا بعد زوج، ولو نكح مسلم ذميه ثم طلقها ثلاثا ثم نكحها ذمى ودخل بها وطلقها الذمي حلت للمسلم الذى طلقها بعد انقضاء عدتها، فيتعلق بأنكحتهم سائر الاحكام التى تتعلق بأنكحة المسلمين، وبه قال الزهري والاوزاعي وابو حنيفة واصحابه.
ج16 ص299
( ولو أسلما معا ) على أي كفر كان قبل الدخول أو بعده ( دام النكاح ) بالاجتماع كما نقله ابن المنذور وابن عبد البر ولأن الفرقة تقع باختلاف الدين ولم يختلف دينهما في الكفر ولا في الإسلام
( والمعية ) في الإسلام ( بآخر اللفظ ) الذي يصير به مسلما بأن يقترن آخر كلمة من إسلامه بآخر كلمة من إسلامها سواء أوقع أول حرف من لفظيهما معا أم لا وإسلام أبوي الزوجين الصغيرين أو المجنونين أو أحدهما كإسلام الزوجين أو أحدهما
مغنى المحتاج ج 3 ص 191
Ibaroh yang menurut saya sangat sorih menjelaskan tentang apa yg saya fahami tersebut (sah nikanya orang2 musyrik/kafir) adalah ibaroh yg ini:

وجملة ما اوردنا في هذا البحث ان اهل الشرك انكحتهم صحيحه وطلاقهم واقع وينبنى على هذا انه إذا نكح مشرك مشركة وطلقها ثلاثا لم تحل له الا بعد زوج، ولو نكح مسلم ذميه ثم طلقها ثلاثا ثم نكحها ذمى ودخل بها وطلقها الذمي حلت للمسلم الذى طلقها بعد انقضاء عدتها، فيتعلق بأنكحتهم سائر الاحكام التى تتعلق بأنكحة المسلمين، وبه قال الزهري والاوزاعي وابو حنيفة واصحابه.
ج16 ص299

Meskipun ada pendapat lain yang menyatakan pernikahan mereka adalah batal, yaitu pendapat dari Imam Malik, Ashab Syafi’yyah al-Khurasaniyyun, dan qoul lain dari imam asy-Syafi’i:

وقال مالك: انكحة اهل الشرك باطله فلا يتعلق بها حكم من احكام النكاح الصحيح، وحكاه اصحابنا الخراسانيون قولا آخر للشافعي.
مجموع ج16 ص299

===========================
Yupiter Jet
tambahan...

[باب نكاح المشرك]
أنكحة أهل الشرك صحيحة، وطلاقهم واقع. فإذا نكح مشرك مشركة وطلقها ثلاثا.. لم تحل له إلا بعد زوج.. ولو نكح مسلم ذمية ثم طلقها ثلاثا، ثم نكحها ذمي ودخل بها وطلقها الذمي.. حلت للمسلم الذي طلقها بعد انقضاء عدتها. فيتعلق بأنكحتهم سائر الأحكام التي تتعلق بأنكحة المسلمين. وبه قال الزهري، والأوزاعي، وأبو حنيفة، وأصحابه - رَحِمَهُمُ اللَّهُ -.
وقال مالك رحمة الله عليه: (أنكحة أهل الشرك باطلة، فلا يتعلق بها حكم من أحكام النكاح الصحيح) . وحكاه أصحابنا الخراسانيون قولا آخر للشافعي:
دليلنا: قَوْله تَعَالَى: {وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ} [القصص: 9] [القصص: 9] ، وقَوْله تَعَالَى: {تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ} [المسد: 1] إلى قَوْله تَعَالَى: {وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ} [المسد: 4] [المسد: 1 - 4] ، فأضاف امرأتيهما إليهما، وحقيقة الإضافة تقتضي الملك.
وروي أن النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قال: «ولدت من نكاح لا من سفاح» ، وكان مولودا في الشرك. إذا ثبت هذا: فإن أسلم الزوجان المشركان معا، فإن كانا عند إسلامهما ممن يجوز ابتداء النكاح بينهما.. أقرا على نكاحهما الأول وإن كانا عقدا بغير ولي ولا شهود؛ لأنه أسلم خلق كثير وأقرهم رسول الله - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - على أنكحتهم ولم يسأل عن شروطها. وإن كانا لا يجوز لهما ابتداء عقد النكاح بينهما، بأن كانت محرمة عليه بنسب أو رضاع أو مصاهرة، أو معتدة من غيره.. لم يقرا على النكاح؛ لأنه لا يجوز لهما ابتداء النكاح، فلا يجوز إقرارهما عليه.

الكتاب: البيان في مذهب الإمام الشافعي
المؤلف: أبو الحسين يحيى بن أبي الخير بن سالم العمراني اليمني الشافعي (المتوفى: 558هـ
versi listrik juz 9/329
[http://0.facebook.com/home.php?sk=group_196355227053960&view=doc&id=311371138885701&refid=7]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar